KLIKSAJA.CO – Hari Raya Idul Adha 2022 Berpotensi Berbeda antara Pemerintah dan Muhammadiyah, Pada kalender masehi yang dikeluarkan pemerintah, Iduladha 1443 H akan jatuh pada 9 Juli 2022. Namun, ada kemungkinan Iduladha digelar pada 10 Juli 2022.
Hal tersebut disampaikan oleh Andi Pangerang selaku Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) bahwa ada potensi perbedaan tanggal Iduladha 2022 seperti yang pernah terjadi pada Lebaran Idulfitri 2022.
“Sebagaimana penentuan Idul Fitri 1443 H, Idul Adha 1443 H kali ini juga akan mengalami potensi perbedaan tanggal, yakni tanggal 9 Juli atau 10 Juli 2022,” demikian menurut Peneliti di Pusat Riset Antariksa BRIN Andi Pangerang, dari situs resminya, Sabtu (04/06/2022).
Sebelumnya, perbedaan awal bulan Hijriyah sempat terjadi di Lebaran Idulfitri 2022. Saat itu, Muhammadiyah sudah menetapkan Lebaran pada 1 Mei 2022. Sementara, sidang isbat Kementerian Agama, yang tak mengundang secara resmi perwakilan Muhammadiyah, menetapkan Idulfitri 2022 pada 2 Mei.
Lebih lanjut Andi menjelaskan potensi perbedaan tanggal ini terkait dengan kriteria awal bulan kamariah yang berlaku di masyarakat. Indonesia sendiri memiliki dua kriteria utama, yakni Wujudul Hilal dan MABIMS atau perkumpulan Menteri-Menteri Agama Brunei Darusaalam, Indonesia, Malaysia dan Singapura.
Pertama, kriteria Wujudul Hilal yang digunakan Muhammadiyah berlandaskan pada kondisi Bulan yang terbenam setelah Matahari terbenam berapapun ketinggiannya (selama di atas ufuk saat Matahari terbenam).
“Kriteria MABIMS berlandaskan pada batasan minimal untuk terlihatnya hilal (imkan rukyat atau ketampakan hilal), yaitu parameter fisis hilal yang dinyatakan dengan parameter elongasi (jarak sudut Bulan-Matahari) minimum 6,4 derajat dan parameter fisis gangguan cahaya syafak/twilight (cahaya senja) yang dinyatakan dengan parameter ketinggian minimum 3 derajat,” jelas Andi.
Kedua, kriteria MABIMS, yang saat ini digunakan oleh Kementerian Agama dan beberapa ormas islam menggantikan kriteria lama.
Berdasarkan kriteria lama MABIMS, yang dikenal sebagai kriteria 2,3,8, bulan baru diketagorikan dengan tinggi minimal 2 derajat, jarak sudut bulan-matahari atau elongasi minimal 3 derajat, atau umur bulan minimal 8 jam.
Sementara, kriteria baru MABIMS mensyaratkan imkanur rukyat apabila posisi hilal mencapai ketinggian 3 derajat dengan sudut elongasi 6,4 derajat.
Menurut kriteria lama MABIMS maupun Wujudul Hilal, Andi menyebut kondisi hilal di Indonesia sudah memenuhi syarat. Ketinggian hilal bervariasi antara +0,78 derajat (Merauke) hingga +3,22 derajat (Sabang). Sementara, elongasi bervariasi antara 4,02 derajat (Jayapura) hingga 4,97 derajat (Sabang).
“Ijtimak awal Zulhijjah 1443 H terjadi pada 29 Juni 2022 pukul 09.52.03 WIB, sehingga umur hilal bervariasi antara 5,65 jam (Merauke) hingga 9,08 jam (Sabang). Sehingga Muhammadiyah dalam maklumatnya telah menetapman 1 Zulhijjah 1443 H jatuh pada 30 Juni 2022 dan Iduladha jatuh pada 9 Juli 2022,” paparnya.
Demikian juga dengan penanggalan atau takwim standar Indonesia yang masih menggunakan kriteria lama MABIMS, juga menetapkan Iduladha 1443 H pada 9 Juli 2022 dikarenakan 1 Zulhijjah jatuh pada 30 Juni 2022.
Bahkan, kriteria imkan rukyat tradisional yang dipakai sejak 1972 hingga 1994, yang masih digunakan oleh eks Front Pembela Islam (FPI), mensyaratkan altitude minimal 2 derajat, posisi hilal sudah memenuhi kriteria.
“Akan tetapi, kondisi hilal ini belum memenuhi kriteria baru MABIMS. Hal ini dikarenakan, meskipun altitud sudah memenuhi 3 derajat di Aceh, tapi elongasinya belum memenuhi 6,4 derajat,” tutur Andi.
“Sehingga ada kemungkinan 1 Zulhijjah 1443 H akan jatuh pada 1 Juli 2022 dan Iduladha pada 10 Juli 2022,” lanjutnya.
Sementara kondisi berbeda terjadi di Arab Saudi. Andi menuturkan hilal akan mudah teramati sehingga kemungkinan 1 Zulhijjah 1443 H jatuh pada 30 Juni 2022 dan Iduladha pada 9 Juli 2022.
“Berkaca pada rukyat hilal Ramadan 1443 H, dengan ketinggian 3,09 derajat dan elongasi 4,78 derajat seharusnya dengan ketinggian dan elongasi yang lebih besar akan lebih mudah terlihat. Terlebih kondisi ufuk di Saudi cenderung bebas dari awan dengan kelajuan uap air yang rendah,” urainya.